0
Makalah Manusia Dan Keadilan
Posted by Unknown
on
5/06/2014
BAB I
PENDAHULUAN
Keadilan adalah pengakuan dan
perlakuan yang seimbang antara hak dan kewajiban. Apabila seseorang apapun
golongan hanya mementingkan hak dan kewajiban sendiri tanpa memikirkan
kepentingan orang lain ataupun golongan lainnya, maka terjadilah kejadian semu.
Keadilan dan ketidakadilan tidak
dapat dipisahkan dari kehidupan manusia karena dalam hidupnya manusia
menghadapi keadilan, ketidakadilan setiap hari.
Dalam kehidupan sehari-hari sering
terjadi orang yang menghakimi sendiri. Pada dasarnya manusia adalah makhluk
bermoral dan makhluk sosial. Dalam bergaul manusia harus mematuhi norma-norma
untuk mewujudkan moral itu.
Bila manusia berbuat moral pada
hakikatnya adalah perbuatan yang melanggar. Oleh karena itu, tiap manusia tidak
menghadapi pembalasannya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. MAKNA
KEADILAN
Manusia sebagai makhluk Tuhan adalah
makhluk yang tertinggi yang mamiliki gejala-gejala istimewa yang hanya terdapat
pada benda mati ataupun benda manusia saja, dan tidak terdapat pada manusia
saja, dan tidak terdapat pada benda mati ataupun benda hidup seperti pada hewan
ataupun pada tumbuh-tumbuhan. Gejala-gejala istimewa itu bisa digolongkan
menjadi tiga jenis yang disebut akal,rasa dan kehendak akal.
Manusia sebagai makhluk Tuhan
memiliki sifat kodrat yaitu sifat kodrat perseorangan atau juga disebut makhluk
pribadi (individu) dan sifat kodrat masyarakat atau disebut makhluk sosial.
Di dalam istilah filsafat, kedua
sifat kodrat manusia ini disebut sifat kodrat modualis manusia. Ditinjau dari
segi kepentingan hidupnya, mansia sebagai makhluk pribadi mengatur hubungannya
untuk kepentingan diri sendiri, sedangkan manusia sebagai makhluk sosial
mengatur hubungannya antara manusia yang satu dengan manusia yang lainnya.
Didalam mengatur hubungan kodrat
manusia ini perlu adanya ini keserasian, keseimbangan, kesesuaian ataupun
kesamaan dalam tingkah laku baik untuk kepentingan pribadi ataupun kepentingan
masyarakat. Kemampuan yang demikian itu menjelma sebagai tingkah laku adil yang
kemudian menjadi tujuan umat manusia dalam mengatur kehidupannya. Oleh sebab
itu tingkah laku adil atau menjadi tumpuan harapan manusia, semua orang
menghadapi keadilan.
Keadilan adalah pengakuan dan
perlakuan yang seimbang antara hak dan kewajiban. Jika kita mengetahui hak
hidup kita, maka sebaiknya kita wajib mempertahankan hak hidup tersebut dengan
bekerja keras tanpa merugikan orang lain. Sebab orang lainpun mempunyai hak seperti itu. Jadi keadilan pada
pokoknya terletak pada keseimbangan atau keharmonisan antara menuntut hak dan menjalankan kewjiban.
Berdasarkaan kesadaran etis, kita
diminta untuk tidak hanya menuntut hak
dan duka menjalankan kewajiban jika kita hanya menuntut hak dan lupa
menjalankan kewajiban maka sikap dan tindakan kita akan mengarah kepada
pemerasan dan memperbudak orang lain. Sebaiknya jika kita hanya menjalankan
kewajiban dan lupa menuntut hak maka kita hanya menjalankan kewajiban dan lupa
menuntut hak maka kita akan mudah diperbudak atau diperas orang lain. Sebagai
contoh, seseorang karyawan yang hanya menuntut hak kenaikan upah dan tanpa
meningkatkan hasil kerjanya, tentu cenderung disebut pemeras sebaliknya jika
seorang majikan yang terus-menerus memeras tenaga orang lain, tanpa
memperhatikan kenaikan upah dan kesejahteraannya maka perbuatannya itu semua
merupakan suatu ketidakadilan.
Dengan keinsyafan dan kesadaran akan
keadilan, kita akan mampu memenuhi cipta rasa dan kasra manusia terhadap sesama
atau pihak lain, sehingga akan membentuk hati nurani manusia, yang kita sebut:
cinta kasih. Keadilan dan cinta kasih ini merupakan sikap tingkah laku yang
dapat dipisah-pisahkan. Keduanya saling berhubungan dan saling mengisi.
Diantara keadilan dan cinta kasih terdapat sendi pokok tingkah laku manusia
yang mewujudkan perasaan hati nurani manusia untuk mempertimbangkan, bilamana
perlu memberanikan diri untuk mengurangi hak-hak sendiri. Bahkan demi keadilan
dan cinta kasih, manusia rela mengurangi dan bahkan mengorbankan hak-haknya
sendiri untuk kepentingan umum atau untuk kepentingan negara dan bangsanya,
tingkah laku inilah yang dinamakan “rela
berkorban”. Kedilan itu sendiri tidak pernah berubah makna dan prinsipnya;
yang berubah hanyalah bagaimana cara seseorang menafsirkannya, yang berubah
hanyalah bagaimana cara pelaksanaannya.
Apabila seseorang ataupun golongan
hanya mementingkan hak dan kewajiban sendiri tanpa memirkirkan kepentingan
orang lain atau pun golongan lainnya, terjadilah kedilan semu.
Misalnya saja:
Pengusaha Pengusaha : bagi
mereka menamakan adil, apabila keuntungan terbesar jatuh pihak pedagang
Buruh Buruh : bagi buruh menganggap adil apabila
dibayar pada waktunya dan keuntungan perusahaan juga dibagi wajar pada kaum
buruh.
Khong HUTSU, seorang filosof Cina
menuturkan tentang keadilan dan berpendapat sebagai berikut: “Bila anak sebagai anak, bila ayah sebagai
ayah, bila raja sebagai raja, masing-masing telah melaksanakan kewajibannya,
maka itulah kewajiban”.
Aristoteles mengatakan bahwa
keadilan adalah suatu kelayakan dalam tindakan manusia. Kemudian pidato
menganggap bahwa keadilan itu merupakan kewajiban tertinggi dalam kehidupan
negara yang baik, sedangkan orang yang adil adalah orang yang mampu
mengendalikan diri, perasaannya dikendalikan oleh akal sehat.
Agar pengertian kita tentang adil
marilah kita baca batasan adil menurut
“Ensikloperli Indonesia”, adalah:
1.
Tidak berat
sebelah atau tidak memihak kesalah satu pihak
2.
Memberikan
sesuatu kepada setiap orang sesuai dengan hak yang harus diperolehnya.
3.
Mengetahui
hak dan kewajiban, mengerti mana yang benar dan mana yang salah, bertindak yang
jujur yang tepat menurut peraturan atau syarat dan rukun yang telah ditetapkan.
Tidak sewenang-wenag dan tidak maksiat atau berbuat dosa.
4.
Orang yang
berbuat adil, kebalikan dari fasiq. Adil adalah sendi pokok di dalam soal
hukum, setiap orang harus merasakan keadilan. Perbedaan tingkat dan kedudukan
sosial, perbedaan derajat dan keturunan, tidak boleh untuk dijalankan alasan
untuk memperbedakan hak seseorang dihadapan hukum, baik hukum Tuhan maupun
hukum yang dibuat manusia. Adil diperintahkan oleh Tuhan: “Dan jika kamu memutuskan perkara, hukumlah antara mereka dengan adil,
sesungguhnya Allah cinta kepada orang-orang yang berbuat adil”. (Q. S.
Al-Maidah; 42).
Ditinjau dari bentuk apapun sifat-sifatnya,
keadilan dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis:
1.
Keadilan
legal atau keadilan moral.
Pidato berpendapat bahwa keadilan
dan hukum merupakan subtansi rohani umum dari masyarakat yang membuat dan
menjaga kesatuannya. Dalam suatu masyarakat yang adil setiap orang menjalankan
pekerjaannya yang menurut sifat dasarnya paling cocok bagiannya. Pendapat
pidato itu disebut keadilan moral, sedangkan sunoto menyebutkan keadilan legal.
2.
Keadilan
komutatif.
Keadilan ini bertujuan memelihara ketertiban
masyarakat dan kesejahteraan umum. Bagi Aristoteles pengertian keadilan itu
merupakan asas pertalian dan ketertiban dalam masyarakat.
Keadilan dan ketidakadilan tidak
dapat dipisahkan dari kehidupan manusia kerena dalam kehidupannya manusia
menghadapi keadilan/ ketidakadilan setiap hari. Oleh sebab itu, keadilan dan
ketidakadilan menimbulkan daya kreatifitas manusia. Banyak hasil seni luar dan
imajinasi ketidakadilan, seperti seni drama, seni puisi, novel, musik, film,
filasafat, dan lain-lain.
Dalam kehidupan sehari-hari sering
terjadi orang “menghakimi sendiri”.
Perbuatan itu sama halnya dengan mencapai “keadilan”
sendiri, yang akibatnya “ketidakadilan”
bagi yang “dihakimi”. Pada hakikatnya
keadilan-keadilan tercipta mewujudkan masyarakat yang adil, sejahtera, dan
sentosa.
B. KEADILAN SOSIAL
Berbicara tentang keadilan, kita
ingat pada pancasila. Sila kedua: “ kemanusiaan
yang adil dan beradab”. Dan sila kelima: “keadilan sosial adalah langkah yang menentukan untuk melaksanakannya
indonesia yang adil dan makmur”.
Panitia ad-hoc MPRS tahun 1966
memberikan perumusan sebagai berikut: “sila
keadilan sosial mengandung prinsip bahwa setiap orang di indonesia akan
mendapat perlakuan yang adil dalam bidang hukum, pilitik, ekonomi, dan
kebudayaan”.
Selanjutnya untuk mewujudkan
keadilan sosial untuk diperinci perbuatan dan sikap yang perlu di pupuk yaitu:
a.
Perbuatan
luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan.
b.
Sikap adil
terhadap sesama, menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban serta
menghormati hak-hak orang lain.
c.
Sikap suka
memberi pertolongan kepada orang yang memerlukan
d.
Sikap suka
bekerja keras
e.
Sikap
menghargai hasil karya orang lain yang bermamfaat untuk mencapai kemajuan dan
kesejahteraan bersama.
Asas yang menuju terciptanya
keadilan sosial itu akan dituangkan dalam berbagai langkah dan kegiatan, antara
lain: memalui 8 jalur pemetaraan, yaitu:
a.
Pemenuhan
kebutuhan pokok rakyat banyak, pemerataan khususnya pangan, sandang dan
perumahan
b.
Pemerataan
memperoleh pendidikan dan pelayanan kesehatan
c.
Pemerataan
pembagian pendapat
d.
Pemerataan
kesempatan kerja
e.
Pemerataan
kesempatan berusaha
f.
Kesempatan
berpartisipasi dalam pembangunan, khususnya bagi generasi muda dalam kaum
wanita
g.
Pemerataan
penyebaran pembangunan diseluruh wilayah tanah air, dan
h.
Pemerataan
memperoleh keadilan
Dengan pelaksanaan 8 jalur
Pemerataan itu dimaksudkan pemerintahan penyejahteraan negara dan bangsa,
seperti yang dikatakan Ki Dalang: “Negara
yang sangat terkenal tinggi kewibawaanya, makmur, teratur, aman tenteram dan
sejahtera”.
C. KEJUJURAN
Jujur atau kejujuran berarti apa
yang dikatakan seseorang sesuai dengan hati nuraninya. Jujur berarti pula
menempati janji atau menempati kesanggupan, baik yang telah terlahir dan
kata-kata maupun yang masih di dalam hati (niat). Jadi, seseorang yang tidak
menempati niatnya berarti mendustai dirinya sendiri. Apabila niat tadi telah
terlahir dalam kata-kata, padahal tidak tepati maka kebohongannya disaksikan
orang lain.
Berbagai macam hal yang menyebabkan
orang berbuat tidak jujur. Mungkin karena tidak rela, mungkin karena pengaruh
lingkungan. Karena sosial ekonomi, karena ingin populer, karena sopan santun, dan
untuk mendidik.
Untuk mempertahankan suatu
kejujuran, berbagai cara dan sikap perlu dipupuk. Namun, demi sopan santun dan
pendidikan, orang diperbolahkan berkata tidak jujur sampai pada batas-batas
yang dapat dibenarkan.
Maka dari sekarang belajarlah bersifat
jujur, sebab kejujuran mewujudkan keadilan, sedangkan keadilan maupun kemuliaan
adalah abadi. Jujur memberikan keberanian dan ketentraman hati, serta
menyucikan, lagi pula membuat luhurnya budi pekerti. Seseorang mustahil dapat
memeluk agama dengan sempurna, apabila lidahnya tidak suci. Teguhlah pada
kebenaran, sekalipun kejujuran dapat merugikanmu, serta jangan lupa mendusta,
walaupun dustamu menguntungkanmu.
Pada hakikatnya jujur atau kejujuran
yang ditandai oleh kesadaranmoral yang tinggi, kesadaran pengakuan akan adanya
hak dan kewajiban, serta adanya rasa takut terhadap dosa kepada Tuhan.
D. KECURANGAN
kecurangan atau curang identik
dengan ketidakjujuran atau tidak jujur, dan sama pula dengan lirik, meskipun
tidak serupa benar. Sudah tentu kecurangan sebagai lawan jujur.
Curang atau kecurangan artinya apa
yang dikatakan tidak sesuai dengan hati nuraninya. Atau orang itu memang dari
hatinya sudah berniat curang dengan maksud memperoleh keuntungan tanpa
bertenaga dan susah? Sudah tentu keuntungan itu diperoleh dengan tidak wajar.
Mereka yang berbuat curang menganggap akan mendatangkan kesenangan atau
keenakan, meskipun orang lain menderita karananya.
Kecurangan menyebabkan manusia
menjadi serakah, tamak, ingin menimbun kekayaan yang berlebihan dengan tujuan
agar di anggap sebahagai orang paling hebat, paling kaya, dan senang bisa
masyarakat disekalilingnya hidup menderita. Orang seperti itu biasanya tidak
senang bila ada melebihi kekayaannya. Padahal agama apapun tidak membenarkan
orang mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya tanpa menghiraukan orang lain, lagi
pula mengumpulkan harta dengan jalan curang. Hal semacam itu dalam istilah
agama tidak di ridhai Tuhan.
Bermacam-macam orang melakukan
kecurangan. Ditinjau dari hubungan manusia dengan alam sekitarnya, ada empat
aspek yakni aspek ekonomi, kebudayaan, peradaban, dan tekhnik. Apabila keempat
aspek tersebut dilaksanakan secara wajar, maka segalanya akan berjalan sesuai
dengan norma-norma moral atau norma hukum.
Tentang baik dan buruk ini Pujowiyatno
dalam bukunya: “Filsafat sana-sini”,
menjelaskan bahwa perbuatan yang sejenis dengan perbuatan curang, misalnya
berbohong, menipu, merampas, memalsu, dang yang lainnya adalah bersifat buruk.
Lawan buruk sudah tentu baik. Baik buruk itu berhubungan dengan kelakuan
manusia.
Kecurangan dan sifat-sifat jahat
yang serupa seperti penipuan, pemalsuan, pembohong, perampokan dan lain-lain
merupakan bagiab hidup manusia. Setiap hari manusia menghadapi hal-hal buruk
itu dalam bentuk yang berbeda-beda. Bermacam ragam orang berbuat curang dan
sungguh luas kawasannya; cara dan kawasan itu sesuai dengan kemajuan teknologi
dan kebutuhan hidup manusia.
Selain dari pada itu, kehidupan
selalu ada baik dan buruk. Dalam konflik, yang baik selain menang, meskipun
pada mulanya kalah, yang baik itulah yang sesuai dengan kata hati. Seperti
halnya Rahwana yang tidak baik, maka adiknya Kumbakarna dan Wibisana tidak mau
membela yang tidak baik karena kedua adiknya mengikuti kata hatinya.
Kecurangan banyak menimbulkan daya
kreatifitas bagi seniman. Oleh karena itu, banyak hasil seni yang lahir dari
imajinasi kecurangan. Hasil selain itu, antara lain seni tari, sastra, drama,
film, filsafat dan lain-lain.
E. PEMULIHAN NAMA BAIK
Nama baik merupakan salah satu
tujuan utama orang hidup. Nama baik adalah nama yang tidak tercela. Setiap
orang menjaga hati-hati agar namanya tetap baik.
Ada pribahasa yang berbunyi: “dari pada berputih mata lebih baik berputih
tulang”, artinya orang lebih baik mati dari pada malu. Betapa besar nilai
nama baik itu sehingga nyawa menjadi taruhannya. Setiap orang tua selalu
berpesan kepada anak-anaknya: “ jagalah
nama keluargamu”. Dengan menyebut “ nama”
berarti sudah mengandung arti “nama baik”.
Penjagaan nama baik erat hubungannya
dengan tingkah laku atau perbuatan. Atau boleh dikatakan nama baik atau tidak
baik itu adalah tingkah laku atau perbuatannya yang dimaksud dengan tingkah
laku atau perbuatan itu, antara lain berbahasa, cara bergaul, sopan santun,
disiplin pribadi, cara menghadapi orang, perbuatan-perbuatan yang di halalkan
agama dan sebagainya.
Tingkah laku atau perbuatan yang
baik dengan nama baik itu pada hakikatnya sesuai dengan kodrat manusia, yaitu;
a.
Manusia
menurut sifat dasarnya adalah makhluk moral.
b.
Ada
aturan-aturan yang berdiri sendiri yang harus dipatuhi manusia untuk
mewujudkandirinya sendiri sebagai pelaku moral tersebut.
Pada hakikatnya, pemulihan nama baik
adalah kesadaran manusia akan segala kesalahannya; bahwa apa yang diperbuatnya
tidak sesuai dengan ukuran moral atau tidak sesuai akhlak.
Akhlak berasal dari bahasa Arab
akhiaq bentuk jamak dari khuluq dan dari akar kata khiaq yang berarti penataan.
Oleh karena itu, tingkah laku dan perbuatan manusia harus disesuaikan dengan
penciptanya sebagai manusia. Untuk itu, orang harus bertingkah laku dan berbuat
sesuai dengan akhlak yang baik.
Ada tiga macam godaaan yaitu;
derajat/ pangkat, harta dan wanita. Bila orang tidak dapat menguasai hawa
nafsunya, maka orang akan terjerumus kejurang kenistan karena untuk memiliki
derajat/ pangkat, harta dan wanita itu dengan mempergunakan jalan yang tidak
wajar. Jalan itu antara lain, fitnah, pembohong, suap, mencuri, merampok, dan
menempuh semua jalan yang di haramkan.
Ada godaan halus yang bahasa Jawa,
adigang, adingung, adiguna, yaitu membanggakan kekuasaannya, kebesarannya.
Semua itu mengandung arti kesombongan.
Untuk memulihkan mana baik, manusia
harus taubat dan minta maaf. Tobat dan minta maaf tidak hanya dibibir,
melainkan harus bertingkah laku yang sopan, ramah; membuat budi darma dengan
memberikan kebajikan dan pertolongan kepada sesama hidup yang perlu ditolong
dengan penuh kasih sayang, tanpa pamrih, takwa kepada Tuhan, dan mempunyai
sikap rela, tawakal, jujur, adil dan budi luhur selalu dipupuk.
F. PERHITUNGAN (HISAB) DAN PEMBALASAN
1.
Hisab, Puncak Penerapan Keadilan
Ilahi
Allah SWT memiliki sifat
kesempurnaan. Salah satu dari sifat-sifat kesempurnaan-Nya ialah keadilan dan
kebijaksanaan. Dia adalah Maha Adil dan tidak akan menganiaya ataupun merugikan
seorang pun dari seluruh makhluknya. Dia Maha Bijaksana, maka dia tidak akan
meletakkan sesuatu itu bukan pada tempatnya.
Setengah dari keadilan dan
kebijaksanaan Allah SWT adalah bahwa Dia tidak akan mempersamakan antara orang
yang berbakti dan taat dengan orang kafir dan durhaka, antara orang mukmin dan
orang musyrik, juga antara orang yang berbuat baik dan berbuat buruk dan
demikian seterusnya.
Allah SWT telah mengutus para
Rasul-Nya dengan membawa keterangan-keterangan yang jelas dan bukti-bukti yang
nyata. Mereka diberi kitab suci serta keagamaan, agar dipergunakan untuk
berbuat yang seadil-adilnya antara seluruh umat manusia.
2.
Tata Cara Pelaksanaan Kitab
Setelah Allah SWT menghidupkan
seluruh makhluk dengan gaya baru, lalu mereka di kumpulkan di sisi-Nya. Mereka
digiring untuk berkumpul di padang masyar. Perlunya ialah setiap orang akan
dihisap (akan diperhitungkan amalnya), baik yang berupa kebaikan maupun
keburukan. Bumi pun akan menjadi saksi atas hal-hal yang terjadi diatasnya. Hal
ini jelas disebutkan dalam Firman Allah SWT: “Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang”.
Apabila bumi digoncangkan dengan
kegoncangan yang hebat. Dan bumi mengeluarkan isi kandungannya. Dan manusia
mengatakan: ada apakah itu?. Pada hari itu bumi menceritakan peristiwanya.
Karena sesungguhnya Tuhan mu telah mewahyukan padanya.
Pada hari itu manusia bangkit dengan
bermacam-macam, agar kepada mereka itu dapat diperlihatkan amalan-amalan yang
sudah-sudah. Maka barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat debu, ia akan
melihatnya. Dan barang siapa yang mengerjakan keburukan, sekalipun sebesar
debu, ia juga akan melihatnya. (Q. S. Zilzal: 1-8).
Sebagaimana bumi itu menceritakan
peristiwa-peristiwa tentang diri manusia itu
masing-masing maka lidah, tangan, kaki, dan kulitnya sendiripun menjadi
saksi atas perbuatan diri pribadinya.
Di ceritakan dari Ibnu Abbas ra,
katanya: “pada suatu ketika Rasulullah
SAW berdiri dihadapan kita semua untuk memberikan suatu nasihat”. Lalu
Rasulullah SAW bersabda: “Hai sekalian
manusia, sesungguhnya kamu semua akan dikumpulkan kepada Allah SWT nanti dengan
tidak beralas kaki, telanjang dan tidak berkain”. Sebagai mana Firman Allah
SWT: “Sebagaimana dahulu mula-mula kami
menciptakan untuk pertama kalinya. Itulah yang kami ulangi lagi janji ini
terhadap kami dan kami pasti melaksanakan demikian itu”. (Q. S. Anbia:
104).
Rasulullah SAW melanjutkan sabdanya:
“lalu saya diberi tahu” : “Orang-orang itu tidak henti-hentinya
melakukan kemurtadan. Berbalik pada tumit mereka sejak engkau berpisah dengan
mereka”.
Oleh sebab itu, saya selalu berkata:
“ Celaka, celaka mereka itu”. (HR.
Bukhari, Muslim, Tarmidzi, dan Nasa’i). Diriwayatkan pula oleh Abu Barzah
al-Asiami ra, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda: “tidak henti-hentinya seseorang itu berdiri (pada hari kiamat) sehingga
ia ditanya perihal:
a.
Usianya, untuk apa dihabiskan.
b.
Ilmu pengetahuannya, untuk apa
dipergunakan.
c.
Hartanya, dari mana diperolehnya.
d.
Dan untuk apa di nafkahkannya.
e.
Badannya, untuk apa dipekerjakan
hingga tuanya”. (HR. Tarmidzi).
3.
Perhitungan dan Pembuktian
Menghitung amalan-amalan dan
mencatatnya ialah dengan perantara malaikat yang memang diserahi tugas untuk
itu, sebagaimana yang sudah diuraikan secara lengkap di dalam pembahasan bab
malaikat. Firman Allah SWT: “Dan
sesungguhnya diatasmu semua ada malaikat yang menjaganya, mula-mula (di sisi
Allah SWT), serta mencatat (segala perbuatannya) lagi mengetahui apa saja yang
kamu semua kerjakan”. (QS. Infithar: 10-12)
Tidaklah manusia itu mengatkan suatu
ucapan, melainkan isi-isinya pada malaikat penyelidik dan peneliti. (Raqib dan
Atid) (QS. Qaf: 18).
Jadi apabila kiamat sudah tiba dan
waktu hisap sudah mulai maka catatan yang dibikin malaikat, yang didalamnya
berisi segala macam amal perbuatan itulah yang akan ditunjukkan kepada
pelakunya masing-masing.
4.
Allah SWT yang Menguasai
Pelaksanaaan Hisab
Allah SWT sendiri yang akan
mengadakan perhitungan amal seluruh makhluk ini dan tidak dengan perantaraan
siapa pun juga.
Ini disebutkan dalam sebuah Hadits
yang di ceritakan dari ‘Adiy bin Hatim ra, bahwa Rasulullah SAW Bersabda: “Tidak seorang pun dari kamu semua pada hari
kiamat nanti, melainkan akan diajak bicara oleh Tuhannya sendiri. Antara orang
itu dengan Tuhan tidak ada perantarannya sama sekali. Ia akan melihat kearah
kananya, maka tidak ada yang dapat melihat selain amalan yang telah dilakukan.
Ia lalu melihat kearah kirinya, juga tidak ada yang dapat melihat selain amalan
yang telah dilakukan. Kemudian ia melihat kearah mukannya, maka tidak dapat
dilihat melainkan neraka belaka dihadapan itu. Oleh sebab itu hendaklah kamu
semua takut kepada neraka itu, sekalipun dengan jalan bersedekah sepotong kurma”.
(HR. Bukhari, Muslim, Tarmidzi).
5.
Kerahmatan Allah SWT Kepada Orang
Mukmin Di waktu Hisab
Orang mukmin dalam nisabnya oleh
Allah SWT sengaja tidak di peruncingkan atau diperdalamkan, sebab barang siapa
yang amat teliti sekali dalam hisabnya, maka itu pun sudah merupakan siksaan
tersendiri pula.
Ibnu Umar ra. Pernah Bertanya: “Bagaimanakah yang saudara pernah dengar dari
Rasulullah SAW perilah perbisikan (pembisikan yang dilakukan oleh Allah SWT
terhadap hamba-Nya yang beriman di alam akhirat nanti?” Ibnu Umar lalu
berkata: ”Saya pernah mendengar
Rasulullah SAW bersabda: “Seorang dari kamu semua itu akan mendekat kepada
Allah SWT (pada hari kiamat), sehingga Allah SWT meletakkan tabirnya kepada
orang itu kemudian berfirman: “Apakah enkau juga melakukan yang demikian? Orang
itu berkata pula: Ya. “Allah lalu menetapkan dosa-dosanya selain dengan
ucapannya”. Selanjutnya Allah SWT berfirman pula: “aku telah menutupi dosamu
yang telah kau lakukan di dunia dan sudah aku ampuni pula semua itu pada hari
ini”. Orang tersebut lalu diberi catatan amalan baiknya. Adapun orang-orang
kafir maka mereka itu akan dipanggil dengan disaksikan oleh khalayat ramai:
“itulah orang-orang yang mendustakan Tuhannya. Ingatlah, kelaknatan Allah SWT
adalah atas semua orang yang menganiaya (dirinya sendiri)”. (HR. Bukhari
dan Muslim).
BAB III
PENUTUP
1.
Keadilan
adalah pengakuan dan perlakuan yang seimbang antara hak dan kewajiban.
2.
Manusia
sebagai makhluk Tuhan adalah makhluk yang tertinggi yang mamiliki gejala-gejala
istimewa yang hanya terdapat pada benda mati ataupun benda manusia saja, dan
tidak terdapat pada manusia saja, dan tidak terdapat pada benda mati ataupun
benda hidup seperti pada hewan ataupun pada tumbuh-tumbuhan.
3.
Aristoteles
mengatakan bahwa keadilan adalah suatu kelayakan dalam tindakan manusia.
4.
Keadilan dan
ketidakadilan menimbulkan daya kreatifitas manusia. Banyak hasil seni luar dan
imajinasi ketidakadilan, seperti seni drama, seni puisi, novel, musik, film,
filasafat, dan lain-lain.
5.
Untuk
mempertahankan suatu kejujuran, berbagai cara dan sikap perlu dipupuk. Namun,
demi sopan santun dan pendidikan, orang diperbolahkan berkata tidak jujur
sampai pada batas-batas yang dapat dibenarkan.
6.
Kecurangan
banyak menimbulkan daya kreatifitas bagi seniman. Oleh karena itu, banyak hasil
seni yang lahir dari imajinasi kecurangan. Hasil selain itu, antara lain seni
tari, sastra, drama, film, filsafat dan lain-lain.
7.
Ada tiga
macam godaaan yaitu; derajat/ pangkat, harta dan wanita. Bila orang tidak dapat
menguasai hawa nafsunya, maka orang akan terjerumus kejurang kenistan karena
untuk memiliki derajat/ pangkat, harta dan wanita itu dengan mempergunakan
jalan yang tidak wajar. Jalan itu antara lain, fitnah, pembohong, suap,
mencuri, merampok, dan menempuh semua jalan yang di haramkan.
8.
Untuk
memulihkan mana baik, manusia harus taubat dan minta maaf. Tobat dan minta maaf
tidak hanya dibibir, melainkan harus bertingkah laku yang sopan, ramah.
DAFTAR PUSTAKA
Notowowidagdo, Rahiman. Ilmu Budaya Dasar Berdasarkan Al-Quran dan Hadits. Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada. 2002
Tri Prasetya, Joko. Ilmu Budaya (Lengkap). Jakarta: PT. Rineka Cipta. 1998
Wiagdho, Djoko. Ilmu
Budaya Dasar. Jakarta: PT. Bumi Aksara. 2003
Posting Komentar